FanFic for Veranda JKT48 23 Birthday

Vriends Fore(Ve)r



Aku memang bukan orang yang lahir menjadi yang terbaik di dunia ini, dibanding mereka yang memiliki popularitas ataupun materi yang melimpah, aku hanya seorang biasa dengan sepotong roti dan secangkir kopi sebagai sarapan setiap hari. Tapi aku memiliki harta yang sangat berharga yaitu kenangan yang selalu kuingat sejak mata ini terbuka dipagi hari hingga menutup di malam hari. Kenangan yang selalu ingin kusimpan hingga entah kapan, karena orang dalam kenangan itu begitu berarti bagiku. Hari ini hari yang berarti juga baginya, dan aku tak akan melewatkan setiap detik pun di hari ini, karena kutahu dia akan selalu bahagia hari ini.

Baiklah sambil menunggu kedatangannya akan kuceritakan mengenai dia yang selalu ada dalam kenanganku, dia yang selalu berarti bagiku, dia Jessica Veranda.

            Saat itu kami murid kelas SMA,  ya kami berlima adalah Shani seorang yang bercita-cita menjadi model, dengan wajah dan postur seperti itu mungkin kelak dia akan menjadi model yang keren, hmm siapa yang tahu. Berikutnya adalah August atau mudahnya Agus, seorang yang agak mesum dan memiliki banyak topik pembicaraan jika berbicara dengan orang lain, khususnya cewek cantik. Lalu ada Kinal, dia adalah orang yang jauh dari kata tenang, selalu pecicilan, dan selalu memiliki cara untuk menjahili orang lain. Lalu aku Veno, menurutku aku adalah orang yang populer dan cukup tampan, haha lupakan, aku hanyalah orang yang selalu percaya bahwa diriku adalah orang yang lebih baik dari anggapan orang lain. Dan yang terakhir adalah dia, Jessica Veranda. Teman masa kecilku, idolaku, pahlawanku, sahabatku.

            Saat pulang sekolah kita selalu bersama walaupun kita berbeda kelas, Aku dan Veranda satu kelas di 11 IPA 1, sedangkan Shani kelas IPA 3 serta Kinal dan August adalah penghuni kelas IPS 2.

            “Kalian tunggu di sini sebentar ya, aku akan mengambil es krim di toko tanteku untuk kita.” Pinta Kinal kepada kami.

            “Wah gak perlu deh kayaknya Nal, gak perlu tanggung-tanggung maksudku, bawa sekaligus freezer-nya.” Sahut August yang membuat kita semua tertawa.

            Setelah itu Kinal pun dengan segera ke toko tantenya untuk mengambil es krim, toko tantenya memang tak jauh dari jalan pulang kami sehari-hari. Jadi terkadang dia mengambil beberapa jajanan untuk dibagikan pada kami, tak jarang pula kami mampir ke toko tantenya.

            Tak lama kemudian Kinal kembali dengan plastik yang tentunya berisi es krim. August adalah orang pertama yang menghampirinya dan mengambil bagiannya, dia pecinta rasa coklat dan tak mau rasa lain, setelah itu Shani mengambil rasa melon dan Kinal dengan rasa Vanila. Aku mengambil sisanya dan memberikan pada Veranda agar dia memilih, dan dia mengambil rasa Vanila.

            “Berikan es krim mu.” Pintaku padanya.

            “Hee??” Jawabnya bingung.

            Aku langsung mengambil es krim yang dipegangnya dan memberikan es krim coklat dibungkusan plastik yang kupegang. Dia hanya terdiam dan memakan es krim coklat itu.

            Aku tahu dia selalu begini, aku tahu dia sangat suka coklat, tapi dia masih memikirkan August dan diriku yang juga menyukai coklat, karena itu dia mengambil rasa vanila untuknya. Dia memang sangat baik hingga mementingkan kebahagiaan orang lain daripada kebahagiaanya sendiri.

***

           Saat itu juga dia seperti itu, saat pelajaran fisika aku telat dan disuruh hormat bendera sampai jam pelajaran berakhir oleh guru. Aku terkejut saat tiba-tiba dia berada disampingku untuk hormat bendera juga.

            “Kamu kenapa di sini Ve?” Tanyaku padanya.

            “Hmmm PR ku ketinggalan, jadi Pak Sarwo menghukumku untuk hormat bendera.” Jawabnya sambil tersenyum.

            “Mana mungkin orang sepertimu sampai teledor seperti itu kan?” Gumamku.

            “Tak apa, aku juga bertanggung jawab karena memintamu membantu untuk mengerjakan PR-ku kemarin hingga larut malam.”

            “Kamu tak pantas berada di sini. Maksudku, lihatlah hari ini begitu terik, aku tak mau susah-susah menggendongmu ke UKS karena kamu pingsan akibat kepanasan.”

            “Haha tenang saja Veno, aku kuat menghadapi ini, yang aku takut jika kulitku tampak gelap setelah ini.” Jawabnya sambil cekikikan.

            Begitulah dia, seorang yang tak akan bisa diam melihat orang lain kesulitan, dia akan selalu ada untuk orang lain meskipun harus merepotkan dirinya sendiri. Aku tahu dia membawa PR nya, tapi sengaja menyimpannya karena rasa bersalah dan empatinya padaku.

***

            Hal semacam itu juga terjadi saat kita baru masuk SMA ini. Aku, Ve dan Shani berada satu kelas. Shani adalah murid SMP dari provinsi lain, jadi saat pertama kali masuk ke SMA ini tidak heran dia selalu sendirian karena tak mempunyai teman di daerah ini, yah kupikir itu juga karena sikapnya yang lumayan cuek terhadap sekitar.

            “Veno, lihatlah cewek yang duduk dibelakangku itu. Kupikir dia berasal dari SMP luar kota ini deh, bantu aku untuk mengakrabkan diri dengannya yuk.” Pinta Veranda padaku saat itu.

            “Kenapa tak kamu lakukan sendiri aja, aku lagi sibuk dengan si Santo nih.” Jawabku.

            “Ihh sibuk apanya, kalian Cuma baca komik daritadi. Aku agak canggung buat bicara padanya, kumohon.” Lanjut Veranda memohon padaku.

            Akhirnya akupun membantunya untuk berbicara pada Shani, kami akrab dengan cepat. Syukurlah kupikir Shani juga senang karena kita ajak ngobrol saat itu.

            Setelah itu kami jadi dekat dengan Shani, kami tahu banyak hal tentangnya. Juga cita-cita nya menjadi model.

            “Wahh sepatu ini kekecilan untukku, kupikir aku memang salah menulis nomor ukuran sepatu saat padataan waktu itu.” Keluh Shani.

            Kelas kami baru saja mendapatkan sepatu serta seragam olahraga dari sekolah, dan Shani salah menulis nomor ukuran sepatunya hingga sepatunya kekecilan saat dipakai olehnya.

            “Kurasa lebih baik kamu tukarkan saja deh kepada pihak sekolah, kupikir masih bisa.” Kataku memberi saran.

            “Mana mungkin, takutnya gak boleh nih.” Jawab Shani dengan cemas.

            “Ah bagaimana kalau kita tukeran sepatu aja, aku sengaja menulis ukuran sepatuku satu nomor lebih besar, kurasa ini cukup untukmu.” Veranda menawarkan pada Shani.

            “Wah benarkah? biar aku coba, semoga saja pas. Makasih ya Ve.” Shani pun mencoba sepatu milik Veranda, dan ukurannya memang sangat pas.

            “Wahh ukurannya pas banget, Ve kamu juga coba sepatu milikku ini mungkin saja kekecilan.” Kata Shani sambil memberikan sepatunya yang kekecilan.

            “Gak perlu kok, ini memang ukuranku.” Jawab Veranda.

            “Serius? Makasih ya Ve, kamu udah menyelamatkanku.”

            “Lebay mah, hahaha. Seorang calon model memang tak boleh memiliki masalah pada kakinya hanya karena sepatu olahraga yang kekecilan kan.” Kata Veranda.

            “Ihh makasih banget my belove friend.” Jawab Shani sambil memeluk Veranda dari belakang.

            Aku tahu Veranda berbohong saat itu, ukuran sepatu Veranda sama dengan Shani, dan juga dia tidak menulis ukurannya satu nomor lebih besar tapi dia bohong untuk menolong Shani. Aku pernah bertanya padanya kenapa sampai mau melakukan itu dan dia menjawab kalau sepatu yang telah dibagikan tak akan bisa ditukarkan atau dikembalikan kepada pihak sekolah, dan Shani kan mau jadi model bisa bermasalah jika cara berjalannya berubah karena sepatunya yang kekecilan. Dia juga melanjutkan kalau sepatu olahraga hanya dipakai sekali dalam seminggu dan itupun hanya pada jam pelajaran olahraga jadi tak apa-apa baginya untuk memakai sepatu yang kekecilan itu.

            Veranda memang akan melakukan hal yang tak akan terpikirkan bagiku untuk membantu sahabatnya. Karena itu terkadang aku cukup khawatir padanya, kurasa sedikit banyak dia juga harus memikirkan dirinya sendiri.

Selama satu tahun dia memakai sepatu olahraga yang kekecilan itu, hingga pada tahun kedua aku memohon pada pihak sekolah agar memberikan sepatu yang pas untuk Veranda dan berbarengan dengan pembagian sepatu olahraga kepada siswa baru di tahun pertama Veranda telah mendapatkan sepatu yang pas untuknya.

***

            Hal yang sering kita lakukan saat jam istirahat adalah berkumpul di kelasku, kami sering berkumpul di kelas ini karena jumlah murid cewek di sini lebih banyak ketimbang jumlah murid cowok, dan August sangat menyukai itu.

            Kami selalu membeli sejumlah jajanan serta minuman dari kantin dan memakannya bersama di kelas sambil bercengkrama.

            “Jadi bagaimana kalau kita habiskan akhir pekan ini dengan berenang?” Ajak Kinal dengan semangat.

            “Ya, ide bagus. Aku tak sabar menantikan warna dan motif apa yang akan kalian pakai girls.” Sahut August yang membuat Kinal langsung memukul lengannya.

            “Bisakah kau hentikan pikiran mesummu itu, hahh kurasa penyakit mesummu udah mencapai stadium akhir deh.” Kata Kinal.

            “Enak aja stadium akhir, penyakit ini tepatnya sudah mencapai stadium Gelora Bung Karno Nal.” Sahut August yang membuat kami semua tertawa.

            “Dan kalau memang risih diliatin mending kamu pakai jas hujan aja saat berenang, lagian juga gak ada untungnya sih ngeliatin body-mu.” Lanjut August yang langsung dibalas cubitan bertubi-tubi dari Kinal. Kami bertiga hanya tertawa melihat tingkah dua orang aneh ini.

            Kinal adalah teman masa SMP Veranda, mereka berdua sangat akrab meski mempunyai kepribadian yang sama sekali berbeda, meski begitu aku sadar bahwa mereka bisa saling mengerti satu-sama lain. Dan August adalah teman sekelas Kinal saat di kelas 1 SMA,  kami mengenalnya karena August selalu memohon pada Kinal untuk ikut main ke kelasku untuk sekedar menggoda para gadis di kelasku.

***

            Saat pulang sekolah kami sering mengadakan acara belajar bersama, rumah Veranda dan Shani adalah tempat paling sering digunakan untuk belajar bersama.

            “ Veeee.... Kok aku susah ngerti soal ini yahhh.” Keluh Kinal. “ Aku gak mau terus menjadi penghuni kelas 1-E, paling tidak di tahun ke dua aku ingin sekelas sama kamu.” Lanjutnya.

            “Kinal, kamu gak bisa mungkin karena terlalu menganggap remeh pelajaran sekolah, sesekali cobalah untuk lebih serius.” Kata Veranda. “Coba sini aku lihat soal yang katamu sulit itu.”

            “Shanii... Kok aku susah ngerti dirimu yahhh, paling tidak di tahun kedua aku ingin sejalan dan sehati denganmu.” Kata August meniru perkataan Kinal tadi.

            Dengan cepat Kinal yang duduk di sebelah August menjatuhkan buku literatur keatas kepala August. “Uppsss Maaf Gus, kurasa itu bisa membuat otakmu berjalan normal.”

            “Berjalan normal dengkulmu, yang ada kepala ku benjol, Nal.” Sahut August sambil mengelus kepalanya.

            Kelakuan mereka berdua selalu mencairkan suasana dimana pun, melihat mereka terus bertengkar seperti itu selalu membuatku tertawa geli.

            “Oh iya jika kalian mau kalian bisa membawa buku ini.” Veranda mengeluarkan beberapa buku literatur Matematika, Bahasa Indonesia serta Bahasa Inggris. “Buku ini mudah dimengerti dan juga ada latihan-latihan soal yang tentu akan melatih kita.”

            “Haahhh beneran Ve? Tapi bagaimana denganmu jika buku ini kami pinjam? Tanya Kinal sembari mangambil buku-buku itu dari tangan Veranda.

            “Tak apa, aku masih memiliki buku yang lain kok. Aku berharap ditahun kedua nilai kalian akan lebih baik, jadi mohon berusaha ya.” Terang Veranda.

            “Baik, kami pasti akan berusaha untuk membalas kebaikanmu, Ve. Iya kan Gus?” Kata Kinal.

            “Melihat tebalnya buku-buku itu saja sudah membuatku mual, tak ada kah sekolah di negeri ini yang menggunakan DVD sebagai bahan belajar?” Keluh August sambil mengusap kepalanya yang sedikit botak itu.

            “Noh sekolah aja di rumah Veno kalo mau ketemu DVD tiap hari, dasar.” Kata Kinal sedikit membentak.

            Keesokan hari sepulang sekolah aku datang ke rumah Veranda, rumahnya tidak jauh dari rumahku, hanya berjarak 4 blok.

            “Ini, ambilah.” Kataku sambil memberikan beberapa buku literatur pada Veranda.

            “Inikan..” Sahut Veranda tetapi belum mengambil buku-buku itu.

            “Ambil saja, aku tahu kamu membutuhkannya setelah memberikan buku-bukumu pada Kinal dan August kemarin.” Kata ku sambil menyodorkan buku-buku itu.

            “Kamu pasti tak berpikir panjang saat mencoba membantu mereka, aku harap kamu tak kesusahan dalam menjaga kualitas belajarmu.” Lanjutku.

            “Iya, maksudku kenapa harus repot-repot, Veno. Bagaimana denganmu? Kamu juga harus membaca buku-buku ini untuk menjaga nilaimu kan?” Balas Veranda.

            “Aku sudah sering membaca buku-buku ini, kau tahu ibuku begitu keras dalam hal pelajaran, aku sudah membacanya sejak di bangku SMP.”

            “Begitu ya, pantas saja kamu bisa berada di peringkat tiga dalam tes masuk SMA kemarin. Baiklah kalau kau tidak keberatan, buku ini aku pinjam.” Kata Veranda tersenyum sembari mengambil buku-buku itu.

            “Seperti judul lagu saja.” Kataku “Baiklah kalau begitu aku pulang dulu.”

            “Hati-hati, Veno. Awas dikejar anjing.”

            “Lucu sekali, tidak ada yang memelihara anjing di sekitar sini, Ve.” Sahutku sambil tersenyum dan melambaikan tangan.

            Dilihat dari manapun Veranda adalah orang yang cukup pendiam, tetapi walaupun dia pendiam bukan berarti ia tidak sayang. Aku kagum saat dia mencoba membantu Kinal dan August tanpa mempedulikan keadaan dirinya. Bukannya maksudku meremehkan, tetapi memang dia masih sangat membutuhkan buku literatur meskipun nilainya cukup baik.

***
            Saat di kelas tiga hubungan kami berlima memburuk. Shani, Kinal, dan August tak pernah lagi datang ke kelasku, dan aku sendiri tak pernah ada kesempatan untuk berbicara dengan Veranda, dia seperti menghindariku. Sering aku menyapanya di pagi hari tetapi dia hanya tersenyum kecil lalu pergi. Tidak hanya denganku, tak pernah lagi kulihat Veranda berbicara dengan Kinal, Shani ataupun August.

            Saat semester satu aku masih sering bermain dengan August. Saat sedang bermain band setelah pulang sekolah aku tanyakan padanya tentang apa yang terjadi pada mereka bertiga, tetapi dia hanya diam dan mengalihkan pembicaraan. Saat semester kedua dimulai hubungaku dengan August juga semakin merenggang hingga akhirnya kami tak pernah berbicara lagi hingga Ujian Nasional dilaksanakan. Tidak pernah lagi kami berlima seperti dahulu.

            Ujian Nasional baru saja usai, dan aku mendapat kabar buruk diperjalanan pulang. Ibuku meninggal karena asma. Hari itu aku sangat terpukul, aku terpuruk, tak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Tak ada lagi.

***

            Sejak ibuku meninggal aku memutuskan untuk pindah ke desa tempat nenek dan kakekku tinggal. Ayahku pindah kerja ke luar negeri sejak hari menyakitkan itu. Aku tidak datang saat pengumuman kelulusan dan hanya mengambil ijazah lalu kembali lagi ke desa. Tidak bertemu August, Kinal. Tidak juga Shani dan Veranda.

            Setelah 5 tahun di desa, neneku menyuruhku kembali ke kota. Dia bilang aku hanya akan menyia-nyiakan bakat dan kepintaranku jika hanya berada di sini. Cobalah untuk menantang dunia luar sana, ibumu yang sudah susah payah membuatmu jadi anak seperti ini akan kecewa jika kamu berada di sini, katanya.

            Beberapa hari setelahnya aku memutuskan untuk menerima saran nenekku dan kembali ke kota. Tak disangka aku bertemu lagi dengan Veranda, setelah 5 tahun berlalu dia tak banyak berubah, aku masih ingat rambut lurus dan matanya yang tenang itu. Dia meminta maaf padaku karena tak ada disaat aku terpuruk dan menceritakan semuanya padaku. Menceritakan hal yang membuat persahabatan kami di kala itu hancur.

            “Lama tak bertemu, Veno.” Sapa Veranda saat itu “Maaf saat hari menyedihkan itu aku tak ada, kuharap kamu tak berpikiran buruk tentangku. Aku turut berduka atas kepergian tante.”

            “Baiklah, kuharap kamu akan mendengarkan penjelasanku.” Katanya sambil berjalan melewatiku lalu duduk di kursi depan rumahku.

                  Aku hanya memandanginya lalu duduk disebelahnya.
            “Saat itu Shani mengatakan hal yang menyulitkanku.” Kata Veranda memulai “Dia suka padamu, Veno.”

                 Aku kaget mendengarnya saat itu.
    
        “Dia berkata bahwa dia telah menyukaimu sejak pertama kali kamu menyapanya di kelas satu. Dan baru saat menjelang libur kenaikan kelas tiga dia memintaku untuk berjanji agar aku tidak menyukaimu juga. Tentu saja aku berjanji padanya untuk tidak menyukaimu.”

            “Aku bingung harus berbuat apa, lalu aku menjauhimu. Maaf tentang itu, aku hanya tidak tahu apa yang harus kulakukan. Tak lama Kinal sadar tentang perasaan Shani dan menyuruhku untuk berhenti menjauhimu, katanya Shani hanya cemburu padaku karena aku lebih cantik darinya. Aku tak pernah berpikiran seperti itu. Dan setelah itu seperti yang kamu tahu Shani tak pernah lagi dekat dengan kita.”

            “Aku merasa tak tega pada Shani, tetapi dilain pihak Kinal merasa diacuhkan olehku, dia begitu peduli padaku sehingga tak ingin aku terluka. Tak lama berselang Kinal juga menjauhiku. Sementara August kurasa jadi sering bertengkar dengan Kinal. Aku tak tahu lagi harus berbuat apa, sebenarnya aku sangat ingin berbicara dengan kalian, tapi aku begitu canggung untuk berbicara pada kalian lagi.”

            Keadaan Veranda saat itu membuatku sangat asing padanya, dia yang kutahu kuat dan selalu tersenyum, kala itu berada dalam kesedihan dan kebingungan. Aku sadar selama ini dia selalu ada untuk kami saat kami membutuhkannya. Dan kini saat dia tidak ada untuk kami, kurasa kami harus ada untuknya, karena mungkin dialah yang membutuhkan kami.

***

            Tok tok tok. Suara pintu di ketuk, itu pasti Veranda. Aku bergegas menghampiri pintu depan, dan benar saja dia berada di sana dengan pakaian casual dan tas kecil serta kacamata menghiasai matanya.

            “Baiklah, kita langsung berangkat.” Kataku.

            “Kita mau kemana sih?” Tanya Veranda

            “Ikut saja kamu nanti akan tahu.”

            Digelap malam kami berdua berangkat menggunakan sepeda motorku, kuajak dia ke halaman sekolah SMA kami dulu.

            “Kita ngapain di sini, malem-malem pula.” Tanya Veranda cemas.

            Aku hanya tersenyum dan berjalan menuju tengah lapangan basket yang gelap, di sana telah kusiapkan banyak lilin, dan kuhidupkan satu persatu.

            “Lilin? Kamu ngapain sih, Veno?” Tanya Veranda sambil menghampiriku.

            Beberapa saat setelah semua lilin hidup aku mengatakannya pada Veranda yang sedari tadi terlihat bingung.

            “Happy Birtday, Ve.” Ucapku.

            “Kamu, ya ampun, Veno.” Jawab Veranda sambil tersipu.

            “Bukan hanya aku, lihatlah kebelakangmu.” Kataku padanya.

            Veranda lalu menoleh dan melihat tiga orang yang tak asing lagi. Kinal, Shani dan August.

            “Happy Birthday our Ve.” Kata mereka bertiga sambil melangkah mendekati Veranda.

            Setelah mengetahui penyebab rusaknya persahabatan kami dari Veranda dua minggu lalu, aku berusaha menghubungi Kinal, Shani dan August. Mereka telah melanjutkan kuliah di luar kota ini, bahkan Shani melanjutkan kuliah di luar negeri. Aku memohon pada mereka untuk datang pada hari ulang tahun Veranda. Cukup sulit untuk membujuk mereka, terutama Shani. Tapi aku tidak menyerah dan syukurlah mereka mau datang hari ini.

            “Happy birthday my belove Ve, yaampun maafkan aku ya selama ini gak ada disampingmu.” Kata Kinal sambil loncat lalu memeluk Ve. “Ah ini gift buat kamu, aku tau kamu suka Sherlock Holmes.” Lanjutnya sembari memberikan giftnya pada Veranda.

            “Ya ampun Kinal, tak tahukah kamu betapa aku merindukanmu.” Jawab Veranda “Makasih giftnya ya, aku pasti akan menyukainya.”

            Setelah itu August juga mengucapkan selamat pada Veranda dan mereka bertiga asik mengobrol sambil kulihat beberapa kali Veranda mengusap matanya.

            “Lama tak bertemu, Shan.” Sapaku pada Shani “Kamu semakin cantik, kurasa tak lama lagi aku akan melihatmu di televisi atau majalah.”

            “Hmm.. Makasih, Veno. Aku tahu kamu telah mendengar semua dari Ve tetapi maaf jika kamu mau mengungkapkan cinta padaku akan kutolak dengan segera.” Kata Shani sambil menyipitkan matanya.

            “Hahaha lupakan soal itu, bukannya dulu kamu yang ingin mengungkapkannya padaku.” Rayuku “Tak ada gunanya mengingat masa itu, kita yang ada di sini adalah kita yang selalu pulang bersama dan mengambil jajan di toko tante Kinal, yang selalu bersama di kelasku saat jam istirahat. Kita memang seharusnya selalu bersama saat senyum dan tangis menghiasi muka kita kan?”

            “Kamu benar, aku selalu ingin berterima kasih padamu sejak saat pertama kali bertemu hingga saat ini, Veno.” Kata Shani sambil berjalan menghampiri Veranda, Kinal dan August.

            “Anu, Ve.” Kata Shani “Aku minta maaf, gara-gara aku saat itu..”

            Belum selesai Shani bicara Veranda langsung memeluknya dengan erat “Tak akan kuingat lagi saat-saat itu, dirimu yang kini.. dirimu yang kini bersamaku adalah yang paling aku harapkan. Teruslah bersamaku, teruslah bersama kami, Shani.” Kata Veranda sambil menahan tangisnya.

            Shani mulai menangis dan membalas pelukan Veranda dengan erat.

            “Aku juga minta maaf, Ve. Dengan egios aku menjauhimu karena kukira kamu tak mau mendengarkanku lagi, begitu bodohnya aku menyakiti orang yang selalu berkorban untukku.” Kata Kinal sambil ikut memeluk Veranda dan Shani.

            Aku dan August sangat tersentuh melihat drama ketiga wanita itu, aku berani bertaruh kalau August akan menangis duluan.

            “Baiklah, Veno. Ikut aku sebentar mengambil sesuatu di mobil.” Ajak August padaku sambil berjalan dan kuikuti dari belakang.

            “Maaf, Veno.” Kata August sambil berjalan “Saat itu kurasa aku cemburu padamu karena hanya kamu yang didekati para wanita, cukup kekanak-kanakan ya.” Lanjutnya sambil tertawa.

            “Tidak, August. Aku..” Kataku dan segera dipotong August.

            “Shani dan Veranda memang sama-sama cantik, kan. Tetapi aku cukup frustasi saat Kinal sering marah-marah padaku. Disaat itu aku masih terlalu muda, aku terbawa emosi hingga melibatkanmu dan akhirnya hubungan kita jadi canggung, kan.” Kata August.

            Aku terdiam sebentar saat August mengatakan itu “Perasaan seperti apapun itu, aku tetap akan menjadi orang paling bahagia jika mendapat kesempatan untuk selalu bersama kalian.” Kataku akhirnya.

            “Kau memang lelaki yang selalu kukagumi, Veno.” Katanya sambil merangkul bahuku “Bolehkah aku yang menyukaimu saat ini.” Lanjutnya sambil tertawa dan membuatku agak jijik sambil mencoba mengalihkan tangannya dari bahuku.

Tak beberapa lama aku dan August telah kembali membawa kue tart rasa coklat, August menghidupkan lilin angka 23 setelah itu kusodorkan kue itu kedepan Veranda.

            “Kami disini merayakan ulang tahun sahabat kami, semoga dia selalu bahagia dan terus menjadi malaikat pelindung bagi kami.” Kataku.

            “Semoga sahabat kami ini terus menjadi orang yang kuat dalam segala masalah, dan terus memperhatikan orang lain dalam diam.” Kata Kinal.

            “Semoga dia terus cantik dan tambah cantik.” Kata August.

            “Semoga sehat selalu, tersenyumlah selalu karena kau begitu cantik.” Kata Shani.

            “Baik, sekarang giliran mu mengucapkan do’a sebelum meniup lilinnya, Ve.” Kataku.

            Veranda menutup mulutnya menahan tangisnya, dan dengan terbata-bata mengatakan, “Terimakasih to my all beloved friends, aku sangat beruntung dan bahagia memiliki kalian.. kita telah menghadapi cobaan yang sangat berat dalam persahabatan kita, tapi perlu kalian tahu.. I will always care for you, even if we’re not together and even we’re far, far away from each other. Sekarang dan selamanya aku berharap kita bisa terus bersama, walau masalah menghadang kita sudah cukup kuat untuk menghadapinya. Aku sayang kalian dan kuharap kalian juga sayang padaku.” Akhirnya Veranda pun menangis setelah mengatakan itu.

            Kinal dan Shani langsung memeluk Veranda untuk memberikan semangat. Kami berlima bersama-sama meniup lilin kue itu. Dilanjutkan kelakuan Kinal yang mengeluarkan terompet kecil dari tasnya dan meniupnya, dia juga membagikan pada August dan Shani.

            Dalam bising suara terompet Veranda mengatakan sesuatu padaku, walau suaranya kecil tapi terdengar cukup jelas bagiku. “Terimakasih, Veno. Terimakasih untuk selalu ada untukku dan melakukan segalanya untukku, aku sangat senang.”

            Setelah itu hubungan kami menjadi seperti dulu lagi, kami tetap dekat walau jarang bertemu karena terpisah jarak. Tetapi kami berjanji untuk selalu bersama untuk membayar kesalahan kami di masa lalu.

            Seperti yang kukatakan diawal, aku memang bukan orang yang memiliki popularitas ataupun materi yang melimpah, tapi aku mempunyai harta yang sangat berharga yaitu kenangan bersama para sahabatku. Kenangan itu kini berubah menjadi cerita yang harus kita lanjutan, aku berjanji tak akan menghilangkan harta paling berarti dalam hidupku, yaitu para sahabatku.

-The End-
               

                                                                                                Ditulis oleh : LIVENO-VEN





Latest
Previous
Next Post »