Vriends Fore(Ve)r
Aku memang bukan orang
yang lahir menjadi yang terbaik di dunia ini, dibanding mereka yang memiliki
popularitas ataupun materi yang melimpah, aku hanya seorang biasa dengan sepotong
roti dan secangkir kopi sebagai sarapan setiap hari. Tapi aku memiliki harta
yang sangat berharga yaitu kenangan yang selalu kuingat sejak mata ini terbuka
dipagi hari hingga menutup di malam hari. Kenangan yang selalu ingin kusimpan
hingga entah kapan, karena orang dalam kenangan itu begitu berarti bagiku. Hari
ini hari yang berarti juga baginya, dan aku tak akan melewatkan setiap detik
pun di hari ini, karena kutahu dia akan selalu bahagia hari ini.
Baiklah
sambil menunggu kedatangannya akan kuceritakan mengenai dia yang selalu ada
dalam kenanganku, dia yang selalu berarti bagiku, dia Jessica Veranda.
Saat itu kami murid kelas SMA, ya kami berlima adalah Shani seorang yang
bercita-cita menjadi model, dengan wajah dan postur seperti itu mungkin kelak
dia akan menjadi model yang keren, hmm siapa yang tahu. Berikutnya adalah August
atau mudahnya Agus, seorang yang agak mesum dan memiliki banyak topik
pembicaraan jika berbicara dengan orang lain, khususnya cewek cantik. Lalu ada
Kinal, dia adalah orang yang jauh dari kata tenang, selalu pecicilan, dan
selalu memiliki cara untuk menjahili orang lain. Lalu aku Veno, menurutku aku
adalah orang yang populer dan cukup tampan, haha lupakan, aku hanyalah orang
yang selalu percaya bahwa diriku adalah orang yang lebih baik dari anggapan
orang lain. Dan yang terakhir adalah dia, Jessica Veranda. Teman masa kecilku,
idolaku, pahlawanku, sahabatku.
Saat pulang sekolah kita selalu bersama walaupun kita
berbeda kelas, Aku dan Veranda satu kelas di 11 IPA 1, sedangkan Shani kelas
IPA 3 serta Kinal dan August adalah penghuni kelas IPS 2.
“Kalian tunggu di sini sebentar ya, aku akan mengambil es
krim di toko tanteku untuk kita.” Pinta Kinal kepada kami.
“Wah gak perlu deh kayaknya Nal, gak perlu
tanggung-tanggung maksudku, bawa sekaligus freezer-nya.”
Sahut August yang membuat kita semua tertawa.
Setelah itu Kinal pun dengan segera ke toko tantenya
untuk mengambil es krim, toko tantenya memang tak jauh dari jalan pulang kami
sehari-hari. Jadi terkadang dia mengambil beberapa jajanan untuk dibagikan pada
kami, tak jarang pula kami mampir ke toko tantenya.
Tak
lama kemudian Kinal kembali dengan plastik yang tentunya berisi es krim. August
adalah orang pertama yang menghampirinya dan mengambil bagiannya, dia pecinta
rasa coklat dan tak mau rasa lain, setelah itu Shani mengambil rasa melon dan
Kinal dengan rasa Vanila. Aku mengambil sisanya dan memberikan pada Veranda
agar dia memilih, dan dia mengambil rasa Vanila.
“Berikan es krim mu.” Pintaku padanya.
“Hee??” Jawabnya bingung.
Aku langsung mengambil es krim yang dipegangnya dan
memberikan es krim coklat dibungkusan plastik yang kupegang. Dia hanya terdiam
dan memakan es krim coklat itu.
Aku tahu dia selalu begini, aku tahu dia sangat suka
coklat, tapi dia masih memikirkan August dan diriku yang juga menyukai coklat,
karena itu dia mengambil rasa vanila untuknya. Dia memang sangat baik hingga
mementingkan kebahagiaan orang lain daripada kebahagiaanya sendiri.
***
Saat itu juga dia seperti itu, saat pelajaran fisika aku
telat dan disuruh hormat bendera sampai jam pelajaran berakhir oleh guru. Aku
terkejut saat tiba-tiba dia berada disampingku untuk hormat bendera juga.
“Kamu kenapa di sini Ve?” Tanyaku padanya.
“Hmmm PR ku ketinggalan, jadi Pak Sarwo menghukumku untuk
hormat bendera.” Jawabnya sambil tersenyum.
“Mana mungkin orang sepertimu sampai teledor seperti itu
kan?” Gumamku.
“Tak apa, aku juga bertanggung jawab karena memintamu
membantu untuk mengerjakan PR-ku kemarin hingga larut malam.”
“Kamu tak pantas berada di sini. Maksudku, lihatlah hari
ini begitu terik, aku tak mau susah-susah menggendongmu ke UKS karena kamu
pingsan akibat kepanasan.”
“Haha tenang saja Veno, aku kuat menghadapi ini, yang aku
takut jika kulitku tampak gelap setelah ini.” Jawabnya sambil cekikikan.
Begitulah dia, seorang yang tak akan bisa diam melihat
orang lain kesulitan, dia akan selalu ada untuk orang lain meskipun harus
merepotkan dirinya sendiri. Aku tahu dia membawa PR nya, tapi sengaja
menyimpannya karena rasa bersalah dan empatinya padaku.
***
Hal semacam itu juga terjadi saat kita baru masuk SMA ini.
Aku, Ve dan Shani berada satu kelas. Shani adalah murid SMP dari provinsi lain,
jadi saat pertama kali masuk ke SMA ini tidak heran dia selalu sendirian karena
tak mempunyai teman di daerah ini, yah kupikir itu juga karena sikapnya yang
lumayan cuek terhadap sekitar.
“Veno, lihatlah cewek yang duduk dibelakangku itu.
Kupikir dia berasal dari SMP luar kota ini deh, bantu aku untuk mengakrabkan
diri dengannya yuk.” Pinta Veranda padaku saat itu.
“Kenapa tak kamu lakukan sendiri aja, aku lagi sibuk
dengan si Santo nih.” Jawabku.
“Ihh sibuk apanya, kalian Cuma baca komik daritadi. Aku
agak canggung buat bicara padanya, kumohon.” Lanjut Veranda memohon padaku.
Akhirnya akupun membantunya untuk berbicara pada Shani, kami
akrab dengan cepat. Syukurlah kupikir Shani juga senang karena kita ajak
ngobrol saat itu.
Setelah itu kami jadi dekat dengan Shani, kami tahu
banyak hal tentangnya. Juga cita-cita nya menjadi model.
“Wahh sepatu ini kekecilan untukku, kupikir aku memang
salah menulis nomor ukuran sepatu saat padataan waktu itu.” Keluh Shani.
Kelas kami baru saja mendapatkan sepatu serta seragam
olahraga dari sekolah, dan Shani salah menulis nomor ukuran sepatunya hingga
sepatunya kekecilan saat dipakai olehnya.
“Kurasa lebih baik kamu tukarkan saja deh kepada pihak
sekolah, kupikir masih bisa.” Kataku memberi saran.
“Mana mungkin, takutnya gak boleh nih.” Jawab Shani
dengan cemas.
“Ah bagaimana kalau kita tukeran sepatu aja, aku sengaja
menulis ukuran sepatuku satu nomor lebih besar, kurasa ini cukup untukmu.”
Veranda menawarkan pada Shani.
“Wah benarkah? biar aku coba, semoga saja pas. Makasih ya
Ve.” Shani pun mencoba sepatu milik Veranda, dan ukurannya
memang sangat pas.
“Wahh ukurannya pas banget, Ve kamu juga coba sepatu
milikku ini mungkin saja kekecilan.” Kata Shani sambil memberikan sepatunya
yang kekecilan.
“Gak perlu kok, ini memang ukuranku.” Jawab Veranda.
“Serius? Makasih ya Ve, kamu udah menyelamatkanku.”
“Lebay mah, hahaha. Seorang calon model memang tak boleh
memiliki masalah pada kakinya hanya karena sepatu olahraga yang kekecilan kan.”
Kata Veranda.
“Ihh makasih banget my
belove friend.” Jawab Shani sambil memeluk Veranda dari belakang.
Aku tahu Veranda berbohong saat itu, ukuran sepatu
Veranda sama dengan Shani, dan juga dia tidak menulis ukurannya satu nomor
lebih besar tapi dia bohong untuk menolong Shani. Aku pernah bertanya padanya
kenapa sampai mau melakukan itu dan dia menjawab kalau sepatu yang telah
dibagikan tak akan bisa ditukarkan atau dikembalikan kepada pihak sekolah, dan
Shani kan mau jadi model bisa bermasalah jika cara berjalannya berubah karena
sepatunya yang kekecilan. Dia juga melanjutkan kalau sepatu olahraga hanya
dipakai sekali dalam seminggu dan itupun hanya pada jam pelajaran olahraga jadi
tak apa-apa baginya untuk memakai sepatu yang kekecilan itu.
Veranda memang akan melakukan hal yang tak akan
terpikirkan bagiku untuk membantu sahabatnya. Karena itu terkadang aku cukup
khawatir padanya, kurasa sedikit banyak dia juga harus memikirkan dirinya
sendiri.
Selama
satu tahun dia memakai sepatu olahraga yang kekecilan itu, hingga pada tahun
kedua aku memohon pada pihak sekolah agar memberikan sepatu yang pas untuk
Veranda dan berbarengan dengan pembagian sepatu olahraga kepada siswa baru di
tahun pertama Veranda telah mendapatkan sepatu yang pas untuknya.
***
Hal yang sering kita lakukan saat jam istirahat adalah
berkumpul di kelasku, kami sering berkumpul di kelas ini karena jumlah murid
cewek di sini lebih banyak ketimbang jumlah murid cowok, dan August sangat
menyukai itu.
Kami selalu membeli sejumlah jajanan serta minuman dari
kantin dan memakannya bersama di kelas sambil bercengkrama.
“Jadi bagaimana kalau kita habiskan akhir pekan ini
dengan berenang?” Ajak Kinal dengan semangat.
“Ya, ide bagus. Aku tak sabar menantikan warna dan motif
apa yang akan kalian pakai girls.”
Sahut August yang membuat Kinal langsung memukul lengannya.
“Bisakah kau hentikan pikiran mesummu itu, hahh kurasa
penyakit mesummu udah mencapai stadium akhir deh.” Kata Kinal.
“Enak aja stadium akhir, penyakit ini tepatnya sudah
mencapai stadium Gelora Bung Karno Nal.” Sahut August yang membuat kami semua
tertawa.
“Dan kalau memang risih diliatin mending kamu pakai jas
hujan aja saat berenang, lagian juga gak ada untungnya sih ngeliatin body-mu.” Lanjut August yang langsung
dibalas cubitan bertubi-tubi dari Kinal. Kami bertiga hanya tertawa melihat tingkah
dua orang aneh ini.
Kinal adalah teman masa SMP Veranda, mereka berdua sangat
akrab meski mempunyai kepribadian yang sama sekali berbeda, meski begitu aku
sadar bahwa mereka bisa saling mengerti satu-sama lain. Dan August adalah teman
sekelas Kinal saat di kelas 1 SMA, kami
mengenalnya karena August selalu memohon pada Kinal untuk ikut main ke kelasku
untuk sekedar menggoda para gadis di kelasku.
***
Saat pulang sekolah kami sering mengadakan acara belajar
bersama, rumah Veranda dan Shani adalah tempat paling sering digunakan untuk
belajar bersama.
“ Veeee.... Kok aku susah ngerti soal ini yahhh.” Keluh
Kinal. “ Aku gak mau terus menjadi penghuni kelas 1-E, paling tidak di tahun ke
dua aku ingin sekelas sama kamu.” Lanjutnya.
“Kinal, kamu gak bisa mungkin karena terlalu menganggap
remeh pelajaran sekolah, sesekali cobalah untuk lebih serius.” Kata Veranda.
“Coba sini aku lihat soal yang katamu sulit itu.”
“Shanii... Kok aku susah ngerti dirimu yahhh, paling
tidak di tahun kedua aku ingin sejalan dan sehati denganmu.” Kata August meniru
perkataan Kinal tadi.
Dengan cepat Kinal yang duduk di sebelah August
menjatuhkan buku literatur keatas kepala August. “Uppsss Maaf Gus, kurasa itu
bisa membuat otakmu berjalan normal.”
“Berjalan normal dengkulmu, yang ada kepala ku benjol,
Nal.” Sahut August sambil mengelus kepalanya.
Kelakuan mereka berdua selalu mencairkan suasana dimana
pun, melihat mereka terus bertengkar seperti itu selalu membuatku tertawa geli.
“Oh iya jika kalian mau kalian bisa membawa buku ini.”
Veranda mengeluarkan beberapa buku literatur Matematika, Bahasa Indonesia serta
Bahasa Inggris. “Buku ini mudah dimengerti dan juga ada latihan-latihan soal
yang tentu akan melatih kita.”
“Haahhh beneran Ve? Tapi bagaimana denganmu jika buku ini
kami pinjam? Tanya Kinal sembari mangambil buku-buku itu dari tangan Veranda.
“Tak apa, aku masih memiliki buku yang lain kok. Aku
berharap ditahun kedua nilai kalian akan lebih baik, jadi mohon berusaha ya.”
Terang Veranda.
“Baik, kami pasti akan berusaha untuk membalas
kebaikanmu, Ve. Iya kan Gus?” Kata Kinal.
“Melihat tebalnya buku-buku itu saja sudah membuatku
mual, tak ada kah sekolah di negeri ini yang menggunakan DVD sebagai bahan
belajar?” Keluh August sambil mengusap kepalanya yang sedikit botak itu.
“Noh sekolah aja di rumah Veno kalo mau ketemu DVD tiap
hari, dasar.” Kata Kinal sedikit membentak.
Keesokan hari sepulang sekolah aku datang ke rumah
Veranda, rumahnya tidak jauh dari rumahku, hanya berjarak 4 blok.
“Ini, ambilah.” Kataku sambil memberikan beberapa buku
literatur pada Veranda.
“Inikan..” Sahut Veranda tetapi belum mengambil buku-buku
itu.
“Ambil saja, aku tahu kamu membutuhkannya setelah
memberikan buku-bukumu pada Kinal dan August kemarin.” Kata ku sambil
menyodorkan buku-buku itu.
“Kamu pasti tak berpikir panjang saat mencoba membantu
mereka, aku harap kamu tak kesusahan dalam menjaga kualitas belajarmu.”
Lanjutku.
“Iya, maksudku kenapa harus repot-repot, Veno. Bagaimana
denganmu? Kamu juga harus membaca buku-buku ini untuk menjaga nilaimu kan?”
Balas Veranda.
“Aku sudah sering membaca buku-buku ini, kau tahu ibuku
begitu keras dalam hal pelajaran, aku sudah membacanya sejak di bangku SMP.”
“Begitu ya, pantas saja kamu bisa berada di peringkat
tiga dalam tes masuk SMA kemarin. Baiklah kalau kau tidak keberatan, buku ini
aku pinjam.” Kata Veranda tersenyum sembari mengambil buku-buku itu.
“Seperti judul lagu saja.” Kataku “Baiklah kalau begitu
aku pulang dulu.”
“Hati-hati, Veno. Awas dikejar anjing.”
“Lucu sekali, tidak ada yang memelihara anjing di sekitar
sini, Ve.” Sahutku sambil tersenyum dan melambaikan tangan.
Dilihat dari manapun Veranda adalah orang yang cukup
pendiam, tetapi walaupun dia pendiam bukan berarti ia tidak sayang. Aku kagum
saat dia mencoba membantu Kinal dan August tanpa mempedulikan keadaan dirinya.
Bukannya maksudku meremehkan, tetapi memang dia masih sangat membutuhkan buku
literatur meskipun nilainya cukup baik.
***
Saat di kelas tiga hubungan kami berlima memburuk. Shani,
Kinal, dan August tak pernah lagi datang ke kelasku, dan aku sendiri tak pernah
ada kesempatan untuk berbicara dengan Veranda, dia seperti menghindariku.
Sering aku menyapanya di pagi hari tetapi dia hanya tersenyum kecil lalu pergi.
Tidak hanya denganku, tak pernah lagi kulihat Veranda berbicara dengan Kinal,
Shani ataupun August.
Saat semester satu aku masih sering bermain dengan
August. Saat sedang bermain band setelah pulang sekolah aku tanyakan padanya
tentang apa yang terjadi pada mereka bertiga, tetapi dia hanya diam dan
mengalihkan pembicaraan. Saat semester kedua dimulai hubungaku dengan August
juga semakin merenggang hingga akhirnya kami tak pernah berbicara lagi hingga
Ujian Nasional dilaksanakan. Tidak pernah lagi kami berlima seperti dahulu.
Ujian Nasional baru saja usai, dan aku mendapat kabar
buruk diperjalanan pulang. Ibuku meninggal karena asma. Hari itu aku sangat
terpukul, aku terpuruk, tak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Tak ada lagi.
***
Sejak ibuku meninggal aku memutuskan untuk pindah ke desa
tempat nenek dan kakekku tinggal. Ayahku pindah kerja ke luar negeri sejak hari
menyakitkan itu. Aku tidak datang saat pengumuman kelulusan dan hanya mengambil
ijazah lalu kembali lagi ke desa. Tidak bertemu August, Kinal. Tidak juga Shani
dan Veranda.
Setelah 5 tahun di desa, neneku menyuruhku kembali ke
kota. Dia bilang aku hanya akan menyia-nyiakan bakat dan kepintaranku jika
hanya berada di sini. Cobalah untuk menantang dunia luar sana, ibumu yang sudah
susah payah membuatmu jadi anak seperti ini akan kecewa jika kamu berada di
sini, katanya.
Beberapa hari setelahnya aku memutuskan untuk menerima
saran nenekku dan kembali ke kota. Tak disangka aku bertemu lagi dengan
Veranda, setelah 5 tahun berlalu dia tak banyak berubah, aku masih ingat rambut
lurus dan matanya yang tenang itu. Dia meminta maaf padaku karena tak ada
disaat aku terpuruk dan menceritakan semuanya padaku. Menceritakan hal yang
membuat persahabatan kami di kala itu hancur.
“Lama tak bertemu, Veno.” Sapa Veranda saat itu “Maaf
saat hari menyedihkan itu aku tak ada, kuharap kamu tak berpikiran buruk
tentangku. Aku turut berduka atas kepergian tante.”
“Baiklah, kuharap kamu akan mendengarkan penjelasanku.”
Katanya sambil berjalan melewatiku lalu duduk di kursi depan rumahku.
Aku hanya memandanginya lalu duduk disebelahnya.
“Saat itu Shani mengatakan hal yang menyulitkanku.” Kata
Veranda memulai “Dia suka padamu, Veno.”
Aku kaget mendengarnya saat itu.
“Dia berkata bahwa dia telah menyukaimu sejak pertama
kali kamu menyapanya di kelas satu. Dan baru saat menjelang libur kenaikan
kelas tiga dia memintaku untuk berjanji agar aku tidak menyukaimu juga. Tentu
saja aku berjanji padanya untuk tidak menyukaimu.”
“Aku bingung harus berbuat apa, lalu aku menjauhimu. Maaf
tentang itu, aku hanya tidak tahu apa yang harus kulakukan. Tak lama Kinal
sadar tentang perasaan Shani dan menyuruhku untuk berhenti menjauhimu, katanya
Shani hanya cemburu padaku karena aku lebih cantik darinya. Aku tak pernah
berpikiran seperti itu. Dan setelah itu seperti yang kamu tahu Shani tak pernah
lagi dekat dengan kita.”
“Aku merasa tak tega pada Shani, tetapi dilain pihak
Kinal merasa diacuhkan olehku, dia begitu peduli padaku sehingga tak ingin aku
terluka. Tak lama berselang Kinal juga menjauhiku. Sementara August kurasa jadi
sering bertengkar dengan Kinal. Aku tak tahu lagi harus berbuat apa, sebenarnya
aku sangat ingin berbicara dengan kalian, tapi aku begitu canggung untuk
berbicara pada kalian lagi.”
Keadaan Veranda saat itu membuatku sangat asing padanya,
dia yang kutahu kuat dan selalu tersenyum, kala itu berada dalam kesedihan dan
kebingungan. Aku sadar selama ini dia selalu ada untuk kami saat kami
membutuhkannya. Dan kini saat dia tidak ada untuk kami, kurasa kami harus ada
untuknya, karena mungkin dialah yang membutuhkan kami.
***
Tok tok tok. Suara pintu di ketuk, itu pasti Veranda. Aku
bergegas menghampiri pintu depan, dan benar saja dia berada di sana dengan
pakaian casual dan tas kecil serta kacamata menghiasai matanya.
“Baiklah, kita langsung berangkat.” Kataku.
“Kita mau kemana sih?” Tanya Veranda
“Ikut saja kamu nanti akan tahu.”
Digelap malam kami berdua berangkat menggunakan sepeda
motorku, kuajak dia ke halaman sekolah SMA kami dulu.
“Kita ngapain di sini, malem-malem pula.” Tanya Veranda
cemas.
Aku hanya tersenyum dan berjalan menuju tengah lapangan
basket yang gelap, di sana telah kusiapkan banyak lilin, dan kuhidupkan satu
persatu.
“Lilin? Kamu ngapain sih, Veno?” Tanya Veranda sambil
menghampiriku.
Beberapa saat setelah semua lilin hidup aku mengatakannya
pada Veranda yang sedari tadi terlihat bingung.
“Happy Birtday, Ve.” Ucapku.
“Kamu, ya ampun, Veno.” Jawab Veranda sambil tersipu.
“Bukan hanya aku, lihatlah kebelakangmu.” Kataku padanya.
Veranda lalu menoleh dan melihat tiga orang yang tak
asing lagi. Kinal, Shani dan August.
“Happy Birthday our Ve.” Kata mereka bertiga sambil
melangkah mendekati Veranda.
Setelah mengetahui penyebab rusaknya persahabatan kami
dari Veranda dua minggu lalu, aku berusaha menghubungi Kinal, Shani dan August.
Mereka telah melanjutkan kuliah di luar kota ini, bahkan Shani melanjutkan
kuliah di luar negeri. Aku memohon pada mereka untuk datang pada hari ulang tahun
Veranda. Cukup sulit untuk membujuk mereka, terutama Shani. Tapi aku tidak
menyerah dan syukurlah mereka mau datang hari ini.
“Happy birthday my belove Ve, yaampun maafkan aku ya
selama ini gak ada disampingmu.” Kata Kinal sambil loncat lalu memeluk Ve. “Ah
ini gift buat kamu, aku tau kamu suka
Sherlock Holmes.” Lanjutnya sembari
memberikan giftnya pada Veranda.
“Ya ampun Kinal, tak tahukah kamu betapa aku
merindukanmu.” Jawab Veranda “Makasih giftnya
ya, aku pasti akan menyukainya.”
Setelah itu August juga mengucapkan selamat pada Veranda
dan mereka bertiga asik mengobrol sambil kulihat beberapa kali Veranda mengusap
matanya.
“Lama tak bertemu, Shan.” Sapaku pada Shani “Kamu semakin
cantik, kurasa tak lama lagi aku akan melihatmu di televisi atau majalah.”
“Hmm.. Makasih, Veno. Aku tahu kamu telah mendengar semua
dari Ve tetapi maaf jika kamu mau mengungkapkan cinta padaku akan kutolak
dengan segera.” Kata Shani sambil menyipitkan matanya.
“Hahaha lupakan soal itu, bukannya dulu kamu yang ingin
mengungkapkannya padaku.” Rayuku “Tak ada gunanya mengingat masa itu, kita yang
ada di sini adalah kita yang selalu pulang bersama dan mengambil jajan di toko
tante Kinal, yang selalu bersama di kelasku saat jam istirahat. Kita memang
seharusnya selalu bersama saat senyum dan tangis menghiasi muka kita kan?”
“Kamu benar, aku selalu ingin berterima kasih padamu
sejak saat pertama kali bertemu hingga saat ini, Veno.” Kata Shani sambil
berjalan menghampiri Veranda, Kinal dan August.
“Anu, Ve.” Kata Shani “Aku minta maaf, gara-gara aku saat
itu..”
Belum selesai Shani bicara Veranda langsung memeluknya
dengan erat “Tak akan kuingat lagi saat-saat itu, dirimu yang kini.. dirimu
yang kini bersamaku adalah yang paling aku harapkan. Teruslah bersamaku,
teruslah bersama kami, Shani.” Kata Veranda sambil menahan tangisnya.
Shani mulai menangis dan membalas pelukan Veranda dengan
erat.
“Aku juga minta maaf, Ve. Dengan egios aku menjauhimu
karena kukira kamu tak mau mendengarkanku lagi, begitu bodohnya aku menyakiti
orang yang selalu berkorban untukku.” Kata Kinal sambil ikut memeluk Veranda
dan Shani.
Aku dan August sangat tersentuh melihat drama ketiga
wanita itu, aku berani bertaruh kalau August akan menangis duluan.
“Baiklah, Veno. Ikut aku sebentar mengambil sesuatu di
mobil.” Ajak August padaku sambil berjalan dan kuikuti dari belakang.
“Maaf, Veno.” Kata August sambil berjalan “Saat itu
kurasa aku cemburu padamu karena hanya kamu yang didekati para wanita, cukup
kekanak-kanakan ya.” Lanjutnya sambil tertawa.
“Tidak, August. Aku..” Kataku dan segera dipotong August.
“Shani dan Veranda memang sama-sama cantik, kan. Tetapi
aku cukup frustasi saat Kinal sering marah-marah padaku. Disaat itu aku masih
terlalu muda, aku terbawa emosi hingga melibatkanmu dan akhirnya hubungan kita
jadi canggung, kan.” Kata August.
Aku terdiam sebentar saat August mengatakan itu “Perasaan
seperti apapun itu, aku tetap akan menjadi orang paling bahagia jika mendapat
kesempatan untuk selalu bersama kalian.” Kataku akhirnya.
“Kau memang lelaki yang selalu kukagumi, Veno.” Katanya
sambil merangkul bahuku “Bolehkah aku yang menyukaimu saat ini.” Lanjutnya
sambil tertawa dan membuatku agak jijik sambil mencoba mengalihkan tangannya
dari bahuku.
Tak
beberapa lama aku dan August telah kembali membawa kue tart rasa coklat, August
menghidupkan lilin angka 23 setelah itu kusodorkan kue itu kedepan Veranda.
“Kami disini merayakan ulang tahun sahabat kami, semoga
dia selalu bahagia dan terus menjadi malaikat pelindung bagi kami.” Kataku.
“Semoga sahabat kami ini terus menjadi orang yang kuat
dalam segala masalah, dan terus memperhatikan orang lain dalam diam.” Kata
Kinal.
“Semoga dia terus cantik dan tambah cantik.” Kata August.
“Semoga sehat selalu, tersenyumlah selalu karena kau
begitu cantik.” Kata Shani.
“Baik, sekarang giliran mu mengucapkan do’a sebelum
meniup lilinnya, Ve.” Kataku.
Veranda menutup mulutnya menahan tangisnya, dan dengan
terbata-bata mengatakan, “Terimakasih to
my all beloved friends, aku sangat
beruntung dan bahagia memiliki kalian.. kita telah menghadapi cobaan yang
sangat berat dalam persahabatan kita, tapi perlu kalian tahu.. I will always care for you, even if we’re
not together and even we’re far, far away from each other. Sekarang dan
selamanya aku berharap kita bisa terus bersama, walau masalah menghadang kita
sudah cukup kuat untuk menghadapinya. Aku sayang kalian dan kuharap kalian juga
sayang padaku.” Akhirnya Veranda pun menangis setelah mengatakan itu.
Kinal dan Shani langsung memeluk Veranda untuk memberikan
semangat. Kami berlima bersama-sama meniup lilin kue itu. Dilanjutkan kelakuan
Kinal yang mengeluarkan terompet kecil dari tasnya dan meniupnya, dia juga
membagikan pada August dan Shani.
Dalam bising suara terompet Veranda mengatakan sesuatu
padaku, walau suaranya kecil tapi terdengar cukup jelas bagiku. “Terimakasih,
Veno. Terimakasih untuk selalu ada untukku dan melakukan segalanya untukku, aku
sangat senang.”
Setelah itu hubungan kami menjadi seperti dulu lagi, kami
tetap dekat walau jarang bertemu karena terpisah jarak. Tetapi kami berjanji
untuk selalu bersama untuk membayar kesalahan kami di masa lalu.
Seperti yang kukatakan diawal, aku memang bukan orang
yang memiliki popularitas ataupun materi yang melimpah, tapi aku mempunyai
harta yang sangat berharga yaitu kenangan bersama para sahabatku. Kenangan itu
kini berubah menjadi cerita yang harus kita lanjutan, aku berjanji tak akan
menghilangkan harta paling berarti dalam hidupku, yaitu para sahabatku.
-The
End-
Ditulis
oleh : LIVENO-VEN
Sign up here with your email

ConversionConversion EmoticonEmoticon